JAKARTA - Kondisi pasar komoditas dunia tengah mengalami dinamika yang cukup menarik. Harga emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, sementara batu bara menunjukkan tren penguatan, berbeda halnya dengan minyak kelapa sawit atau CPO yang justru melemah. Hal ini memberikan gambaran menarik terkait seberapa besar pengaruh ekonomi global terhadap komoditas-komoditas ini. Mari kita telaah kondisi terkini dari masing-masing komoditas ini.
Emas: Mencatat Rekor Tertinggi
Pada penutupan perdagangan terakhir, harga emas di pasar spot mengalami kenaikan sebesar 0,4 persen menjadi 2.944,48 dolar AS per ounce. Kenaikan ini terjadi setelah sebelumnya emas sempat menyentuh 2.956,15 dolar AS per ounce di awal sesi. Angka tersebut mencatat rekor tertinggi kesebelas yang berhasil dicapai pada 2025. Sebagai komoditas safe-haven, emas telah menjadi pilihan banyak investor di tengah ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh rencana tarif baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Jim Wyckoff, analis pasar senior di Kitco Metals, menyoroti bahwa kini investor yakin bahwa harga emas akan terus naik seiring ketidakpastian yang masih menghantui pasar. "Investor percaya bahwa dalam beberapa minggu dan bulan mendatang atau lebih lama dari itu, harga emas akan terus terapresiasi," ujarnya. Selain itu, kondisi ekonomi yang penuh kekhawatiran juga berpotensi mendorong peningkatan permintaan terhadap emas. Menurut Wyckoff, "Selama ketidakpastian masih ada, emas kemungkinan akan terus naik."
Rencana tarif baru dari Presiden Trump yang dipandang sebagai langkah inflasioner berpotensi memicu perang dagang. Hal ini mendorong investor untuk beralih ke aset-aset safe haven seperti emas. Melihat data dari SPDR Gold Trust, yang merupakan ETF dengan aset dasar emas terbesar di dunia, kepemilikan emas meningkat menjadi 904,38 metrik ton. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2023. Emas yang bertahan di atas 2.950 dolar AS per ounce telah menarik perhatian investor menuju angka psikologis 3.000 dolar AS, dengan harga logam yang telah naik lebih dari 12 persen pada tahun 2025.
Batu Bara: Kenaikan Harga Ditengah Penurunan Konsumsi Jangka Panjang
Sementara itu, harga batu bara juga mengalami penguatan. Menurut data dari Bar Chart, harga batu bara kontrak Februari 2025 di ICE Newcastle mengalami kenaikan 0,25 persen, mencapai level 102,25 dolar AS per metrik ton. Harga untuk kontrak Maret 2025 juga naik 0,24 persen menjadi 103 dolar AS per metrik ton. Namun, laporan dari tim ekonom Bank Dunia yaitu Paolo Agnolucci, Matias Guerra Urzua, dan Nikita Makarenko, memberikan outlook yang berbeda. Mereka memprediksi bahwa harga batu bara thermal akan menurun pada 2025 dan 2026 seiring penurunan konsumsi global.
Laporan dari Bank Dunia menyebut bahwa konsumsi batu bara thermal global diprediksi akan turun setelah mengalami kenaikan sebesar 1 persen pada paruh pertama tahun 2024. Mereka menjelaskan, "Konsumsi batu bara global diperkirakan akan sedikit menurun pada 2025, dan terus menurun pada 2026, seiring dengan semakin cepatnya peralihan ke energi terbarukan dan gas alam untuk pembangkit listrik."
Penurunan konsumsi ini juga didukung oleh pergeseran kebijakan energi global. Di China, sebagai konsumen batu bara terbesar, permintaan listrik lebih banyak dipenuhi oleh energi terbarukan dan tenaga air. Sementara itu, di India, meningkatnya permintaan pada paruh pertama tahun 2024 memicu sementara peningkatan konsumsi batu bara global. Bank Dunia melihat tren ini mengarah pada penurunan harga batu bara thermal Newcastle sebesar 12 persen pada 2025 dan 2026.
Minyak Kelapa Sawit atau CPO: Tren Harga Menurun
Berbeda cerita dengan emas dan batu bara, harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO mengalami penurunan. Pada penutupan perdagangan Senin, kontrak Maret 2025 untuk CPO mengalami penurunan tajam sebesar 101 poin menjadi 4.735 ringgit per ton di Bursa Derivatif Malaysia. Sementara itu, kontrak April 2025 juga mencatat penurunan 103 poin ke tingkat 4.659 ringgit per ton.
Penurunan harga CPO ini sejalan dengan banyak faktor seperti pasokan yang cukup melimpah, masalah geopolitik yang mengganggu distribusi, serta penurunan permintaan dari pasar global. Ditambah lagi, dinamika dalam permintaan dan penawaran di pasar internasional, serta kebijakan dari negara-negara penghasil CPO utama, turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fluktuasi harga komoditas ini.
Secara keseluruhan, dinamika ini menegaskan bahwa pasar komoditas global tidak lepas dari pengaruh kebijakan ekonomi dan politik internasional. Bagi para investor, kondisi ini adalah kesempatan sekaligus tantangan untuk membaca pergerakan pasar dengan cermat dan menentukan langkah investasi yang tepat. Dengan terus memantau perubahan ekonomi global dan dampaknya terhadap komoditas-komoditas ini, investor dapat mengoptimalkan portofolio mereka di tengah gejolak pasar yang dinamis.