JAKARTA - Pengadilan Tinggi di Spanyol telah menjatuhkan putusan bahwa mantan kepala Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF), Luis Rubiales, bersalah atas tindakan penyerangan seksual terhadap pemain sepak bola wanita, Jenni Hermoso. Kasus ini telah menimbulkan kegemparan di Spanyol dan juga mendapatkan perhatian internasional. Hukuman yang dijatuhkan kepada Rubiales berupa denda sebesar lebih dari 10.000 euro, sekitar 10.434 dolar Amerika Serikat.**
Pengadilan membebaskan Rubiales dari tuduhan pemaksaan, namun putusan ini masih memicu rencana banding baik dari pihak Rubiales maupun Hermoso. "Saya akan terus berjuang," kata Rubiales dalam reaksinya terhadap putusan pengadilan. Sementara itu, pengacara Hermoso, Angel Chavarria, juga mengonfirmasi bahwa pihak mereka akan mengajukan banding.
Kasus ini bermula ketika Rubiales mencium Hermoso tanpa persetujuan pada upacara penghargaan Piala Dunia 2023 di Sydney. Insiden ini telah memicu diskusi mendalam seputar seksisme di dunia sepak bola wanita serta di masyarakat Spanyol secara umum. Peristiwa ini juga memberi dorongan baru bagi gerakan Me Too di Spanyol, yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian.
Jaksa menuntut hukuman penjara bagi Rubiales yang berusia 47 tahun, namun Pengadilan Tinggi Spanyol menjatuhkan denda dan mengharuskannya menjaga jarak minimal 200 meter dari Hermoso serta larangan komunikasi dengannya selama satu tahun. Ia juga diwajibkan untuk memberikan kompensasi sebesar 3.000 euro kepada Hermoso.
Hakim Jose Manuel Fernandez-Prieto, yang memimpin persidangan ini, menekankan bahwa meskipun kejadian ini merupakan penyerangan seksual, tidak ada unsur kekerasan atau intimidasi. Oleh karena itu, ia menilai hukuman penjara tidak diperlukan dalam kasus ini. "Hukuman uang harus dipilih, yang tidak seberat hukuman kurungan," ungkapnya.
Terlepas dari ringannya hukuman, putusan ini dipandang sebagai kemenangan dalam upaya memperjuangkan hak-hak perempuan di Spanyol, negara yang meskipun telah mengalami kemajuan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, masih memiliki sektor-sektor dengan pandangan macho yang kental. Menteri Kesetaraan Ana Redondo menegaskan bahwa hakim telah menghormati ucapan korban sebagaimana mestinya. "Jika tidak ada persetujuan, maka terjadi penyerangan," tegasnya.
Lebih lanjut, politisi feminis terkemuka Irene Montero, yang juga merupakan anggota Parlemen Eropa, menyambut baik putusan ini sebagai kemenangan untuk gerakan feminis. "Dahulu kala, tidak terpikirkan bahwa pengadilan akan mengakui ciuman tanpa persetujuan sebagai penyerangan seksual. Feminisme mengubah segalanya: Hanya 'ya' yang berarti 'ya'," ujarnya.
Di kalangan para pemain, keputusan ini mendapatkan reaksi beragam. Kapten tim nasional wanita Spanyol, Irene Paredes, mengungkapkan bahwa meskipun menghormati putusan pengadilan, ia terkejut bahwa tidak ada hukuman terkait tuduhan pemaksaan. "Saya pikir hukuman atas penyerangan seksual itu benar. Yang menurut saya mengejutkan dan aneh adalah tidak ada hukuman atas pemaksaan," katanya dalam sebuah konferensi pers menjelang pertandingan tim nasional.
Persoalan ini tidak hanya merugikan reputasi Rubiales, tetapi juga menodai salah satu momen kebanggaan terbesar dalam karier sepak bola Hermoso. Menurut pengakuan Hermoso, ciuman tak diinginkan tersebut mengurangi sukacita dari perayaan kemenangannya di salah satu ajang terbesar sepak bola dunia. Hal itu bahkan mempengaruhi kondisi emosional rekan-rekannya yang bersaksi bahwa insiden tersebut membuat Hermoso kewalahan, menangis, dan merasa kelelahan selama beberapa jam hingga hari berikutnya.
Asosiasi Pemain Sepak Bola Spanyol (AFE), yang berperan sebagai jaksa penuntut swasta dalam kasus ini, mengapresiasi putusan pengadilan sebagai langkah maju signifikan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan dalam menciptakan lingkungan olahraga yang lebih bersih dari pelecehan serta ketidaksetaraan.
Di sisi lain, skandal ini juga berdampak pada investigasi korupsi terpisah yang melibatkan Rubiales berkaitan dengan penerimaan komisi dari kesepakatan penyelenggaraan kompetisi Piala Super Spanyol di Arab Saudi. Rubiales membela diri sepanjang persidangan dengan menyatakan bahwa Hermoso setuju untuk dicium dalam suasana perayaan.
Meskipun demikian, kesaksian Hermoso yang menyatakan bahwa ciuman itu terjadi tanpa persetujuan, diakui kebenarannya oleh pengadilan. Keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman berupa denda dan bukannya penahanan penjara menjadi bahan diskusi mengenai efektivitas hukum dalam memberikan efek jera pada pelanggaran semacam ini.
Putusan tersebut juga mencerminkan perubahan cara pandang dan penegakan hukum terhadap kasus-kasus pelecehan seksual di Spanyol, menunjukkan bahwa saat ini suara korban lebih diutamakan dalam upaya mendapatkan keadilan. Seiring berjalannya waktu, diharapkan bahwa kejadian dan putusan seperti ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat luas untuk lebih menghormati hak-hak perempuan dan pentingnya persetujuan dalam setiap tindakan.