Jakarta – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur memulai tahun 2025 dengan langkah sigap dalam upaya pelestarian orang utan. Dalam waktu kurang dari dua bulan, sebanyak 37 individu orang utan telah diselamatkan dari berbagai wilayah di Kabupaten Kutai Timur. Dari jumlah tersebut, 28 individu telah menjalani proses translokasi ke habitat yang lebih aman, sementara 5 individu lainnya kini berada di pusat rehabilitasi, Jumat, 21 Februari 2025.
Menurut Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto, upaya penyelamatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan satwa, sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 17 Tahun 2024. "Sejak awal tahun 2025 sampai dengan sekarang, kita sudah melakukan penyelamatan 37 individu orang utan. Dari jumlah itu, yang masuk rehabilitasi sebanyak 5 orang utan, jalani translokasi 28 orang utan, dan yang sudah kita lepasliarkan atau yang sudah lulus rehabilitasi sebanyak 4 orang utan,” ucap Ari.
Kawasan paling dominan dalam penyelamatan ini adalah Perdau dan Jalan Poros Kutai Timur – Berau, Bengalon. Arsip konflik antara manusia dan orang utan di area tersebut melatarbelakangi tingginya angka penyelamatan. Ari mengungkapkan, "Sekitar 70 persen dari kawasan itu. Karena di situ sering terjadi konflik antara orang utan dengan masyarakat."
Kehadiran industri seperti tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit di kawasan Perdau menyulitkan habitat alami orang utan, yang menyebabkan mereka sering terlihat melintas di area-area tersebut. Hal ini juga menampakkan sisi lain dari aktivitas manusia yang dapat mengancam satwa dilindungi ini.
Dalam menjalankan misinya, BKSDA Kaltim bermitra dengan beberapa organisasi seperti Conservation Action Network (CAN), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), dan Center for Orangutan Protection (COP). Kolaborasi ini bertujuan untuk mengurangi konflik manusia-satwa dan memastikan keselamatan orang utan yang berbasis pada kesejahteraan satwa. Ari menyatakan, "Dari peraturan menteri tersebut kita berupaya melakukan mitigasi terkait satwa-satwa, kita khususkan orang utan, yang berpotensi meresahkan masyarakat maupun berpotensi menghilangkan kesejahteraan satwa itu sendiri.”
Sepanjang 2024, BKSDA Kaltim juga telah melakukan penyelamatan serupa pada 31 individu orang utan yang terdiri dari 20 translokasi, 7 rehabilitasi, dan 4 pelepasliaran. Namun, angka penyelamatan awal tahun ini menunjukkan peningkatan signifikan, menambah kekhawatiran akan parahnya konflik manusia-satwa di wilayah ini.
Salah satu contoh penanganan cepat oleh tim BKSDA dan mitranya adalah translokasi satu orang utan dari daerah tambang batu bara milik PT Kaltim Prima Coal. Upaya ini dilakukan setelah orang utan tersebut terekspos di media sosial, berjalan di tengah operasional tambang. Direktur COP, Danik Hendarto, menegaskan pentingnya lokasi baru yang aman bagi satwa-satwa ini. "COP membantu BKSDA Kalimantan Timur bersama mitra lain untuk menyelamatkan dan mentranslokasikan orangutan yang kurang beruntung terdampak dari pertambangan batu bara," ungkap Danik.
Selain COP, BOSF juga terlibat aktif dalam translokasi sejumlah 8 individu orang utan tahun ini. Tiga individu bahkan telah masuk Pusat Rehabilitasi Orang Utan Samboja Lestari. CEO BOSF, Jamartin Sihite, menyampaikan keprihatinannya, "Buat BOSF, translokasi adalah pilihan terakhir buat langkah penyelamatan orangutan. Sebaiknya usaha pertambangan membangun dan menerapkan best management practice di pertambangan dan BOSF siap membantu."
Dengan masih berlanjutnya temuan orang utan yang membutuhkan penyelamatan, masa depan translokasi terus menjadi pertanyaan. Ini menyoroti kebutuhan mendesak akan kebijakan yang lebih berkelanjutan dalam mengakomodasi konflik antara konservasi satwa dan perkembangan manusia. Sepanjang 2025, BKSDA dan mitra diharapkan terus menunjukkan komitmen terhadap perlindungan orang utan dan kesejahteraan mereka di habitat yang lebih aman.