Jakarta - Dalam upaya meningkatkan efektivitas penyaluran subsidi energi di Indonesia, Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro, mengusulkan perubahan pada skema subsidi bahan bakar minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan listrik. Usulan ini bertujuan untuk memastikan subsidi tepat sasaran, sehingga benar-benar diterima oleh masyarakat yang paling membutuhkan.
Saat ini, sistem subsidi energi di Indonesia dinilai masih kurang efisien karena diberikan langsung pada komoditas atau barang. Hal ini tidak hanya memperbesar beban subsidi, tetapi juga berisiko membuat penyaluran tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, Purnomo menyarankan subsidi energi, khususnya BBM dan listrik, dialihkan melalui skema Bantuan Langsung Tunai (BLT), Rabu, 19 Februari 2025.
"Subsidi jadi tarik menarik, subsidi harga atau langsung, kita sudah lakukan sejak 2000-an. Kami kembangkan subsidi langsung, terutama untuk BBM dan listrik," ungkap Purnomo dalam acara Special Dialogue Swasembada Energi CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Purnomo mengenang pengalamannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2000-2009 ketika harga minyak dunia melonjak tajam, mengakibatkan kenaikan harga BBM. "Waktu krisis, kita harus naikkan harga BBM, ingat avtur, avgas, diesel oil, kemudian kembalikan ke rakyat dalam bentuk BLT cash transfer. Ada sedikit gejolak, tapi waktu itu bisa kita atasi dengan baik," ujarnya.
Selain itu, Purnomo menyoroti tantangan industri minyak dan gas di awal tahun 2000-an. Ia menyebutkan bahwa skema subsidi saat ini membebani negara, memperumit situasi ke depan. "Sekarang dipikirkan itu tiga, pertama Pertalite 90, kedua ada biosolar ditangani dengan biodiesel, kemudian minyak tanah ditangani dengan LPG," jelasnya.
Purnomo juga menyoroti struktur industri listrik Indonesia yang masih bersifat monopoli dan monopsoni. "Kita punya alasan kuat yaitu UUD 45 Pasal 33, di satu sisi ada sumber kekayaan alam yang dikuasai negara kemudian barang-barang yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai negara," tambahnya.
Di sisi regulasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengonfirmasi bahwa regulasi penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite akan diterbitkan tahun ini. "Insya Allah akan diumumkan di tahun 2025, bulannya nanti saya sampaikan ya," kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM.
Bahlil menambahkan bahwa pihaknya akan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyiapkan data terkait formula pendistribusian subsidi energi. "BPS adalah institusi yang ditunjuk oleh Pak Presiden untuk mengumpulkan semua data. Baik yang ada di Mensos, Pertamina, maupun PLN," ujarnya.
Setidaknya, ada dua skema penyaluran subsidi energi yang akan diterapkan. Pertama, penyaluran melalui jalur komoditas, dan kedua, melalui bantuan langsung tunai (BLT) agar lebih tepat sasaran. Langkah ini diharapkan dapat memastikan penyaluran subsidi energi ke masyarakat yang berhak menerima.
Pemerintah terus berupaya mencari solusi terbaik untuk menyeimbangkan kebutuhan energi masyarakat dan beban negara. Perubahan skema subsidi energi, dari penyaluran langsung pada barang menjadi pemberian BLT, dinilai sebagai langkah strategis untuk memastikan bahwa subsidi mencapai target yang dituju. Keberhasilan inisiatif ini akan bergantung pada implementasi kebijakan dan koordinasi antar lembaga terkait, seperti BPS, Kementerian Sosial, Pertamina, dan PLN.
Dengan adanya transformasi dalam penyaluran subsidi energi, masyarakat diharapkan mendapatkan manfaat yang lebih berarti, sementara pemerintah dapat mengelola anggaran subsidi dengan lebih efisien. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan menciptakan sistem energi yang lebih berkelanjutan di masa depan.