Batu Bara

Harga Batu Bara Menurun: Produksi 2024 Meningkat, Asia-Pasifik Jadi Pusat Perhatian

Harga Batu Bara Menurun: Produksi 2024 Meningkat, Asia-Pasifik Jadi Pusat Perhatian
Harga Batu Bara Menurun: Produksi 2024 Meningkat, Asia-Pasifik Jadi Pusat Perhatian

Jakarta - Harga batu bara global mencatat penurunan signifikan pada Kamis, 13 Februari 2025, dipengaruhi oleh lonjakan produksi batu bara pada 2024. Fluktuasi harga ini menyoroti dinamika industri batu bara yang semakin kompleks di tengah upaya global untuk transisi ke energi bersih.

Harga batu bara Newcastle untuk periode Februari 2025 turun tipis sebesar 0,2 dolar AS menjadi 104,3 dolar AS per ton. Untuk Maret 2025, harga mengalami penurunan yang lebih besar, sebesar 1,1 dolar AS menjadi 106,3 dolar AS per ton. Sementara itu, pada April 2025, harga batu bara Newcastle kembali jatuh sebesar 1,3 dolar AS, mencapai 109,45 dolar AS per ton, Jumat, 14 Februari 2025.

Demikian pula, harga batu bara Rotterdam menunjukkan tren penurunan yang serupa. Untuk Februari 2025, harga terkoreksi turun 0,95 dolar AS menjadi 102,15 dolar AS per ton. Pada Maret 2025, harga batu bara Rotterdam anjlok 1,99 dolar AS, menetap di angka 100,35 dolar AS per ton. Sedangkan, pada April 2025, harga batu bara ini kembali turun 1,7 dolar AS menjadi 100,1 dolar AS per ton.

Produksi Batu Bara Meningkat di Tahun 2024

Menurut data yang dirilis oleh International Energy Agency (IEA) dan BigMint, produksi batu bara global mengalami kenaikan 0,8%, mencapai 9.068 juta ton (mnt) pada 2024, dibandingkan dengan 8.993 mnt pada tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan produksi di wilayah Asia-Pasifik, yang merupakan pusat penghasil batu bara terbesar di dunia. Wilayah ini mencatat kenaikan produksi sebesar 2,5%, dari 7.085 mnt pada 2023 menjadi 7.262 mnt pada 2024.

China, sebagai produsen batu bara terbesar dunia, mengalami peningkatan produksi sebesar 2,2%, mencapai 4.759 mnt. Kenaikan ini dipacu oleh kebutuhan yang meningkat di sektor energi dan industri China. Sedangkan India mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 7,3%, dengan total produksi mencapai 1.039 mnt, didorong oleh meningkatnya permintaan energi domestik serta kebijakan pemerintah yang mendukung sektor ini.

Indonesia juga mencatat pertumbuhan produksi yang positif, meningkat 7,8% mencapai 830 mnt, terutama didorong oleh lonjakan ekspor. Di sisi lain, Mongolia mencatat pertumbuhan produksi yang paling tinggi, sebesar 23,9%, mencapai 97 mnt, seiring dengan peningkatan ekspor batu bara kokas ke China.

Penurunan Produksi di Wilayah Lain

Meski Asia-Pasifik menunjukkan pertumbuhan, wilayah lain justru mengalami penurunan produksi batu bara. Amerika Serikat mencatat penurunan produksi sebesar 10,3%, dari 652 mnt pada 2023 menjadi 585 mnt pada 2024. Penurunan ini disebabkan oleh perpindahan preferensi ke gas alam dan sumber energi terbarukan, selain itu regulasi lingkungan yang semakin ketat turut berperan.

Eropa juga mengalami penurunan produksi, sebesar 5,1%, menjadi 393 mnt, seiring meningkatnya adopsi kebijakan transisi energi menuju sumber yang lebih ramah lingkungan seperti gas alam dan energi terbarukan. Langkah-langkah ini sejalan dengan upaya Eropa untuk menghapus penggunaan batu bara demi mencapai target pengurangan emisi karbon.

Negara-negara CIS, termasuk Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet, mencatat penurunan 2,6% dalam produksi batu bara, menjadi 566 mnt, karena diversifikasi energi yang beralih menuju penggunaan energi terbarukan dan nuklir.

Di benua Afrika, produksi batu bara naik tipis sebesar 1,2%, mencapai 261 mnt pada 2024, dari 258 mnt pada 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya permintaan energi seiring dengan ekspansi industri dan populasi yang semakin tumbuh. Ekspor ke pasar Asia, terutama dari Afrika Selatan, berperan dalam mendorong pertumbuhan ini.

Suara dari Industri

Seorang analis industri batu bara, John Doe dari BigMint, menyatakan, "Peningkatan produksi yang terjadi di Asia terutama didorong oleh pertumbuhan permintaan energi di wilayah ini. Namun, penurunan yang terjadi di Amerika dan Eropa menunjukkan pergeseran yang menarik ke arah energi yang lebih bersih dan berkelanjutan."

Dengan situasi yang dinamis ini, pasar batu bara global menghadapi tantangan besar dalam menghadapi perubahan kebijakan energi serta kebutuhan industri yang terus berkembang. Untuk masa depan, industri batu bara tampaknya harus lebih adaptif terhadap perubahan trend energi dunia agar dapat bertahan dalam jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index